Aku tersentak. Terdiam cukup
lama.
Laki-laki itu kembali. Ya,
kembali seperti sedia kala.
Suara baritonnya menusuk gendang
telingaku dan cukup membuatku tertawa sembari memanggil namanya. Ia berada di
dalam sebuah ruangan dengan kaca jendela berbesi sebagai pemisah denganku yang
berada di luar.
Angin menerpa, mengiringi pertemuan
kami. Ia jauh lebih dewasa dari saat kami bertemu terakhir kali, setelah
berpisah beberapa bulan. Jauh lebih tampan secara sepintas. Tidak ada satu
bulan dari pertemuan kami itu, tetapi mengapa semua yang ada padanya terlihat
jauh lebih baik dan bahkan terlihat berkilau di mataku. Apa karena aku telah
merindukannya tanpa sadar? Mungkinkah sebuah kerinduan yang mendalam?
Sesungguhnya tidak ada perubahan
signifikan pada parasnya. Parasnya masih sama, masih terlukis garis-garis
tionghoa dengan mata kalem yang selalu terlihat penuh kehidupan, bibir tipis,
hidung mancung, dan tulang rahang serta dagu yang gagah sebagai pelengkapnya.
Laki-laki itu masih tampan seperti biasanya dalam balutan kulit kuning bersih.
Seulas senyum tersungging di bibirku,
rambutnya telah memanjang. Dengan nakal menyentuh kerah kaos polonya dan
menutupi tengkuk putihnya. Mungkin itulah penyebab ia terlihat jauh lebih
tampan, kpop hairstyle.
Aku menatap punggung tegapnya,
suaranya dengan jernih ku serap baik-baik. Kami terlibat percakapan asyik dalam
perjalanan. Gelak tawa. Pukulan ringan. Ejekan sewajarnya. Candaan tak
berbobot. Serta senyuman tiada henti bergumul memenuhi atmosfer kami.
Ku lirik wajahnya melalu kaca spion,
ia mengendarai dengan santainya dan meneruskan percakapan asyik kami.
Ingin rasanya ku letakan dagu ini di
bahu kokohnya. Ingin aku melompat dan memeluknya dari belakang. Menangkap
punggung tegap tersebut.
Jika saja aku tidak tersadar bahwa
telah ada seseorang lain di hidupku. Seseorang yang hadir saat laki-laki ini
menyakitiku secara perlahan. Seseorang yang telah mengisi hari-hariku selama
empat bulan belakangan ini. Seseorang inilah yang memerhatikan dan menjagaku
dari kesakitan hatiku akan laki-laki ini. Seseorang itu lebih pendek, jauh
lebih pendek. Bukan garis-garis tionghoa yang ku sapa saat menatap parasnya,
namun garis-garis arabian. Tidak kalah tampan kupikir. Bukan mata kalem penuh
kehidupan yang ku tatap, namun mata tajam berlensa hitam bak onyx yang memancarkan suatu kesedihan
dan kesepian yang mendalam. Bibir tipis itu tergantikan oleh bibir sedikit
lebih tebal dengan behel berkaret biru tua. Rambut ikalnya dipotong rapi, tidak
dibiarkan memanjang hingga menyentuh kerah bajunya.
Secara intern seseorang itu tidak memerlihatkan bagaimana ia menyayangiku,
bagaimana ia menjagaku, serta bagaimana ia mencintaiku. Semua ia curahkan
secara tersirat. Aku harus cukup peka untuk mengetahui cara-cara tersebut yang
ia siratkan lembut. Berbeda dengan laki-laki ini, ia termasuk orang yang cukup frontal memberi perhatian kepadaku. Tapi
apakah benar ia ada rasa padaku? Perlakuannya terhadapku merupakan hal biasa
yang sering juga ia lakukan ke gadis lain. Walau ada beberapa alasan kuat lain
yang menguatkan hipotesis kegeeranku, saat di mana hanya kami berdua yang tahu.
Dosakah aku? Berbahagia bersama
laki-laki lain diatas status pacaranku dengan seseorang di sana? Atau mungkin
ini efek dari sugesti terhadap “first love never dies”.
Tapi mengapa laki-laki ini kembali di
saat hubunganku dengan seseorang itu sedang berada di ambang ketidakpastian? Aku
masih harus berjuang memenangkan hubunganku sendiri. Jangan ganggu aku! Aku
ingin menyelamatkan hubunganku!
Laki-laki ini cinta pertamaku.
Sedangkan seseorang itu adalah kekasih pertamaku.
Mereka sama-sama memiliki arti penting
yang tidak mudah dilupakan di kehidupanku ke depan.
Laki-laki ini memberiku pelajaran akan
bagaimana harus bersabar dalam mencintai seseorang sekalipun ia tidak bisa
kuraih secara nyata. Sedangkan seseorang itu lebih mengajarkan bagaimana harus
bersabar dalam mengarungi sebuah hubungan dengan seseorang yang bisa kuraih
secara nyata namun kehidupan dan dunianya masih terawang untukku.
Tertanda,
Author
#160414 at 11:40P.M.
0 komentar:
Posting Komentar