Selasa, 11 Maret 2014

[Intro Fanfic] Love is game or game is love?

Diposting oleh cynthiamaydee di 03.42
Love is game or game is love?.cynthiamaydee©2014


Hujan deras mengguyur kota Seoul, Korea Selatan, membuat dua remaja berseragam SMA yang sama terjebak di dalam sebuah minimarket.
            “Bagaimana kita pulang jika hujan sederas ini?” gerutu si laki-laki yang berdiri tepat di samping seorang gadis dengan seragam setengah basah.
            “Masih pukul 3 sore, tetaplah di sini sampai hujan reda.”
            “Jika tidak reda sampai malam?”
            “Kita terobos saja hujan itu.” Gadis dengan rambut panjang yang dikucir kuda-kuda itu me ngerdipkan satu matanya. Membuat laki-laki di sampingnya tersenyum, “Kata mamamu tidak boleh, bukan begitu Yuri?”
            Gadis teridentifikasi bernama Yuri itu ikut tersenyum kemudian mendekatkan tubuhnya ke tubuh si laki-laki, “Sometimes it’s good to break the rules, Choi Minho.”


            Tak ada setengah jam, dua siswa dari SMA yang sama itu sudah duduk berhadapan dengan laptop masing-masing. Jika laptop di sisi selatan dihiasi dengan mouse dan keyboard wireless tambahan, laptop di sisi utara cukup dihiasi dengan joystick yang tak henti bergetar digenggaman tangan seorang Choi Minho.
            “Aku tahu tak seharusnya aku mengetik seperti ini. Aish, sungguh bodoh.” gerutu Yuri kemudian meneguk sebotol banana milk. Sesekali gadis itu melirik ke laki-laki di hadapannya yang tak henti melepaskan pandangan pada layar laptop, “Taemin tidak di sini saja kau masih bisa bermain sepak bola?”
            “Melawan komputer tidak ada salahnya.” komentarnya singkat. Yuri terdiam dan mengamati Minho untuk beberapa saat.
            Laki-laki itu memang penggila game. Yang tentu saat ia sedang bersama dengan game-nya tercinta tidak bisa diganggu oleh siapapun. Tidak ada yang bisa memisahkan seorang Choi Minho dengan game, karena game sudah mendarah daging baginya. Game adalah teman sejati Minho dari ia kecil. Kehidupan yang tertutup dan kondisi orang tua yang sibuk bekerja membuat Minho memilih bersama game, disaat teman-temannya di luar sana bermain bersama.
            Tidak akan ada aktifitas lain selain memegang joystick dan memelototi layar laptop saat Minho sedang bersama game. Sekalipun menjawab perkataan orang, ia hanya akan menjawab sesingkat mungkin, membuat orang yang bertanya malas dan tidak akan menganggunya lagi. Cappuchino panas yang ia pesan 5 menit lalu hampir mendingin tanpa ia seduh setetespun, semua hanya karena game. Smarphone yang bergetar tanda sms masuk, tidak sedikitpun ia lirik. Semua perhatiannya hanya pada game. Ya, Yuri sudah sangat hafal dengan kelakukan kekasihnya ini.
            “Choi Minho...” panggil Yuri.
            “Apa?”
            “Aish. Lupakan.”
            Yuri kembali pada pekerjaannya, mulai menarikan kesepuluh jarinya di atas tuts-tuts keyboard, berusaha menerawang hujan untuk mencari inspirasi, selalu berdoa agar dewi ide senantiasa mendampinginya sehingga ide meluncur dengan lancar.
            “Kya!”
            Gadis di hadapannya tersentak begitupula beberapa pengunjung lainnya, “Berisik Minho.” bisik Yuri sembari mencuri-curi pandang pada pengunjung lainnya yang memusatkan perhatian ke mereka.
            “Aku kalah! Komputer curang!” Minho melempar joystick.
            “Ya. Terserah kau saja...”
            Minho ganti mengamati gadisnya, “Kenapa kau diam seperti itu saat mengetik?”
            Yuri nyaris tertawa keras mendengar pertanyaan itu, ia melipat kedua tangannya di atas meja kemudian mencondongkan badan menjadi lebih dekat dengan Minho, “Itu sama seperti kenapa kau diam seperti itu saat bermain game.”
            “Ya. Baiklah...”
            Gelak tawa memenuhi atmosfer kedua sejoli itu. Lagi-lagi meja nomor 3 menjadi pusat perhatian.
            “Silakan fokus pada game. Dan biarkan aku fokus pada novelku.” ucap Yuri sembari tersenyum manis, walau Minho tahu itu manipulasi.
            “Kau yang selalu menggangguku, aku tidak pernah menganggumu.” desis Minho.

()()()

            “Masih hujan...” gumam Yuri, saat hari mulai gelap. Senja menyapa dengan iringan deras hujan.
            Dua orang ini sudah mulai malas, meja bertanda nomor 3 bahkan sudah bersih. Tak ada lagi laptop, keyboard wireless, mouse wireless, dan joystick. Hanya terdapat beberapa bungkus sisa snack dan minuman kotak.
            “Yul...”
            “Hm?”
            “Bagaimana ini?”
            Yuri mengalihkan pandangan ke luar, kemudian kembali menatap kekasihnya, “Pakai jaketmu, bawa tasmu. Ayo kita terbos.”
            Tak ada semenit dua sejoli itu sudah berada di samping motor sport putih Minho. Minho memakaikan helm di kepalanya dengan tatapan ragu kemudian mencuri pandang ke kekasihnya yang sedang menggelung asal rambut panjangnya, “Kenapa?” aktifitas Yuri terhenti saat menyadari tatapan Minho.
            “Kau yakin?”
            Minho dapat merasakan motornya mulai berat, itu berarti Yuri sudah melabuhkan bokongnya di jok belakang, “It’s not too bad.” ujar Yuri sembari tertawa.
            Laki-laki mengarahkan pandangannya lurus ke depan, mencoba menyingkirkan bulir-bulir hujan agar menjadi jalan yang bersih tanpa setetes hujan. Ia sempat melirik Yuri melalu kaca spion, gadis itu diam dan tersenyum. Minho tahu Yuri kedinginan, maka dari itu ia segera tancap gas dan membawa gadisnya itu menerjang hujan.
           Motor itu melaju tidak cukup kencang. Jemari Minho merasakan dinginnya bulir air pemberian Tuhan tersebut, dan itu membawa matanya untuk melirik Yuri lagi melalui kaca spion.
            Ciiitt...
            Hampir saja mereka menerobos lampu merah.
           “Dingin?” Tangan Minho mengucap lutut Yuri untuk sekedar mengukur seberapa dingin gadis itu kedinginan.
            “Tidak begitu...” bahkan suara Yuri bergetar. Dengan percaya diri Minho menarik kedua tangan Yuri dan menggenggamnya di depan Minho. Prilaku Minho tersebut berhasil membuat jantung Yuri berdetak lebih kencang, bagaimana tidak? Laki-laki itu membuatnya memberikan back hug di tengah hujan. Ya Tuhan... Yuri bahkan tidak bisa lagi merasakan dinginnya udara senja itu, yang ia rasakan hanya dingin yang tiba-tiba memenuhi hatinya dan membuatnya sukses membeku.
            Lambat laun Yuri merasakan kehangat yang disalurkan oleh tangan Minho, Yuri juga sudah mulai menghangat. Motor kembali bergerak, dan itu berarti melepaskan tautan tangan kedua insan Tuhan tersebut.
            “Dingin tidak, Minho?” bisik Yuri.
            “Ternyata dingin, hehehe.”
            Mendengar jawaban itu, Yuri kembali memberikan back hug kepada Minho. Tak lupa menaruh kepalanya di bahu Minho, “Dengan kekuatan senja aku akan menghangatkanmu.” canda Yuri. Merasa jalanan lumayan senggang, tangan kiri Minho yang tidak mengatur gas kembali mengenggam tangan Yuri.
            Tuhan dengarlah... Dingin yang Kau berikan terkalahkan oleh hangatnya cinta mereka. Ingin rasanya Yuri menghentikan waktu, barang untuk sejam saja ia bisa begini terus menerus dengan Minho. Namun Yuri bukanlah Tuhan, ia tidak bisa menghentikan waktu yang menjadi hak Tuhan.
            Pikiran Yuri menerawang ke salah satu adegan di film. Bukankah apa yang terjadi padanya saat ini seperti adegan di film-film? Rasanya Yuri ingin tertawa keras saat ia menangkap tatapan-tatapan dari orang-orang di sekitar mereka. Tatapan iri yang sangat mengundang tawa bagi Yuri. 


fanfic... coming soon!

0 komentar:

Posting Komentar

 

Cynthiamaydee's Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review