Love is game or game is love?.cynthiamaydee©2014
Hujan
deras mengguyur kota Seoul, Korea Selatan, membuat dua remaja berseragam SMA
yang sama terjebak di dalam sebuah minimarket.
“Bagaimana kita pulang jika hujan
sederas ini?” gerutu si laki-laki yang berdiri tepat di samping seorang gadis
dengan seragam setengah basah.
“Masih pukul 3 sore, tetaplah di
sini sampai hujan reda.”
“Jika tidak reda sampai malam?”
“Kita terobos saja hujan itu.” Gadis
dengan rambut panjang yang dikucir kuda-kuda itu me ngerdipkan satu matanya.
Membuat laki-laki di sampingnya tersenyum, “Kata mamamu tidak boleh, bukan
begitu Yuri?”
Gadis teridentifikasi bernama Yuri
itu ikut tersenyum kemudian mendekatkan tubuhnya ke tubuh si laki-laki, “Sometimes it’s good to break the rules,
Choi Minho.”
Tak ada setengah jam, dua siswa dari
SMA yang sama itu sudah duduk berhadapan dengan laptop masing-masing. Jika
laptop di sisi selatan dihiasi dengan mouse
dan keyboard wireless tambahan,
laptop di sisi utara cukup dihiasi dengan joystick
yang tak henti bergetar digenggaman tangan seorang Choi Minho.
“Aku tahu tak seharusnya aku
mengetik seperti ini. Aish, sungguh
bodoh.” gerutu Yuri kemudian meneguk sebotol banana milk. Sesekali gadis itu melirik ke laki-laki di hadapannya
yang tak henti melepaskan pandangan pada layar laptop, “Taemin tidak di sini
saja kau masih bisa bermain sepak bola?”
“Melawan komputer tidak ada
salahnya.” komentarnya singkat. Yuri terdiam dan mengamati Minho untuk beberapa
saat.
Laki-laki itu memang penggila game. Yang tentu saat ia sedang bersama
dengan game-nya tercinta tidak bisa
diganggu oleh siapapun. Tidak ada yang bisa memisahkan seorang Choi Minho
dengan game, karena game sudah mendarah daging baginya. Game adalah teman sejati Minho dari ia
kecil. Kehidupan yang tertutup dan kondisi orang tua yang sibuk bekerja membuat
Minho memilih bersama game, disaat
teman-temannya di luar sana bermain bersama.
Tidak akan ada aktifitas lain selain
memegang joystick dan memelototi
layar laptop saat Minho sedang bersama game.
Sekalipun menjawab perkataan orang, ia hanya akan menjawab sesingkat mungkin,
membuat orang yang bertanya malas dan tidak akan menganggunya lagi. Cappuchino panas yang ia pesan 5 menit
lalu hampir mendingin tanpa ia seduh setetespun, semua hanya karena game. Smarphone yang bergetar tanda sms masuk, tidak sedikitpun ia lirik.
Semua perhatiannya hanya pada game.
Ya, Yuri sudah sangat hafal dengan kelakukan kekasihnya ini.
“Choi Minho...” panggil Yuri.
“Apa?”
“Aish.
Lupakan.”
Yuri kembali pada pekerjaannya,
mulai menarikan kesepuluh jarinya di atas tuts-tuts
keyboard, berusaha menerawang hujan untuk mencari inspirasi, selalu berdoa
agar dewi ide senantiasa mendampinginya sehingga ide meluncur dengan lancar.
“Kya!”
Gadis di hadapannya tersentak
begitupula beberapa pengunjung lainnya, “Berisik Minho.” bisik Yuri sembari
mencuri-curi pandang pada pengunjung lainnya yang memusatkan perhatian ke
mereka.
“Aku kalah! Komputer curang!” Minho
melempar joystick.
“Ya. Terserah kau saja...”
Minho ganti mengamati gadisnya, “Kenapa
kau diam seperti itu saat mengetik?”
Yuri nyaris tertawa keras mendengar
pertanyaan itu, ia melipat kedua tangannya di atas meja kemudian mencondongkan
badan menjadi lebih dekat dengan Minho, “Itu sama seperti kenapa kau diam
seperti itu saat bermain game.”
“Ya. Baiklah...”
Gelak tawa memenuhi atmosfer kedua
sejoli itu. Lagi-lagi meja nomor 3 menjadi pusat perhatian.
“Silakan fokus pada game. Dan biarkan aku fokus pada
novelku.” ucap Yuri sembari tersenyum manis, walau Minho tahu itu manipulasi.
“Kau yang selalu menggangguku, aku
tidak pernah menganggumu.” desis Minho.
()()()
“Masih hujan...” gumam Yuri, saat
hari mulai gelap. Senja menyapa dengan iringan deras hujan.
Dua orang ini sudah mulai malas,
meja bertanda nomor 3 bahkan sudah bersih. Tak ada lagi laptop, keyboard wireless, mouse wireless, dan joystick. Hanya terdapat beberapa
bungkus sisa snack dan minuman kotak.
“Yul...”
“Hm?”
“Bagaimana ini?”
Yuri mengalihkan pandangan ke luar,
kemudian kembali menatap kekasihnya, “Pakai jaketmu, bawa tasmu. Ayo kita
terbos.”
Tak ada semenit dua sejoli itu sudah
berada di samping motor sport putih
Minho. Minho memakaikan helm di kepalanya dengan tatapan ragu kemudian mencuri
pandang ke kekasihnya yang sedang menggelung asal rambut panjangnya, “Kenapa?”
aktifitas Yuri terhenti saat menyadari tatapan Minho.
“Kau yakin?”
Minho dapat merasakan motornya mulai
berat, itu berarti Yuri sudah melabuhkan bokongnya di jok belakang, “It’s not too bad.” ujar Yuri sembari
tertawa.
Laki-laki mengarahkan pandangannya
lurus ke depan, mencoba menyingkirkan bulir-bulir hujan agar menjadi jalan yang
bersih tanpa setetes hujan. Ia sempat melirik Yuri melalu kaca spion, gadis itu
diam dan tersenyum. Minho tahu Yuri kedinginan, maka dari itu ia segera tancap
gas dan membawa gadisnya itu menerjang hujan.
Motor itu melaju tidak cukup kencang.
Jemari Minho merasakan dinginnya bulir air pemberian Tuhan tersebut, dan itu
membawa matanya untuk melirik Yuri lagi melalui kaca spion.
Ciiitt...
Hampir saja mereka
menerobos lampu merah.
“Dingin?” Tangan Minho mengucap lutut
Yuri untuk sekedar mengukur seberapa dingin gadis itu kedinginan.
“Tidak begitu...” bahkan suara Yuri
bergetar. Dengan percaya diri Minho menarik kedua tangan Yuri dan
menggenggamnya di depan Minho. Prilaku Minho tersebut berhasil membuat jantung
Yuri berdetak lebih kencang, bagaimana tidak? Laki-laki itu membuatnya
memberikan back hug di tengah hujan.
Ya Tuhan... Yuri bahkan tidak bisa lagi merasakan dinginnya udara senja itu,
yang ia rasakan hanya dingin yang tiba-tiba memenuhi hatinya dan membuatnya
sukses membeku.
Lambat laun Yuri merasakan kehangat
yang disalurkan oleh tangan Minho, Yuri juga sudah mulai menghangat. Motor
kembali bergerak, dan itu berarti melepaskan tautan tangan kedua insan Tuhan
tersebut.
“Dingin tidak, Minho?” bisik Yuri.
“Ternyata dingin, hehehe.”
Mendengar jawaban itu, Yuri kembali
memberikan back hug kepada Minho. Tak
lupa menaruh kepalanya di bahu Minho, “Dengan kekuatan senja aku akan
menghangatkanmu.” canda Yuri. Merasa jalanan lumayan senggang, tangan kiri
Minho yang tidak mengatur gas kembali mengenggam tangan Yuri.
Tuhan dengarlah... Dingin yang Kau
berikan terkalahkan oleh hangatnya cinta mereka. Ingin rasanya Yuri
menghentikan waktu, barang untuk sejam saja ia bisa begini terus menerus dengan
Minho. Namun Yuri bukanlah Tuhan, ia tidak bisa menghentikan waktu yang menjadi
hak Tuhan.
Pikiran Yuri menerawang ke salah
satu adegan di film. Bukankah apa yang terjadi padanya saat ini seperti adegan
di film-film? Rasanya Yuri ingin tertawa keras saat ia menangkap
tatapan-tatapan dari orang-orang di sekitar mereka. Tatapan iri yang sangat
mengundang tawa bagi Yuri.
fanfic... coming soon!
0 komentar:
Posting Komentar